Pengalaman Saat PPG

http://static.panoramio.com/photos/large/106716364.jpg

        Mungkin terlalu dini untuk membuat pengalaman saat PPG, karena kami menjalani PPG tersebut baru beberap bulan saja. Mungkin saja sudah banyak dari teman-teman yang lain sudah mendapatkan pengalaman yang banyak di sini tapi bagi saya sendiri salah satu peserta PPG merasa pengalaman itu masih sedikit. Dimana di sini saya belum pernah merasakan pergi ke gunung-gunung, bermain sepak bola di Stadion-stadion ataupun petualang fisik yang menantang. Ya… Tapi memang dipikir-pikir lagi, kalau seperti itu bukan PPG namanya melainkan Hiking atau apalah bahasa kerennya.
Kembali ke dasarnya PPG dalam kepanjangan Pendidikan Profesi Guru adalah pendidikan yang mengasah calon guru biasa menjadi Profesional, dimana mereka akan dibentuk untuk mempunyai karakter serta kemampuan akademik yang bisa diandalkan untuk calon guru masa depan.
            Memang bagi saya yang datang jauh dari pedesaan ke kota besar seperti Surabaya ini merupakan hal yang asing. Dimana saya merasa ini tidak seindah yang pernah saya rasakan di desa. Keramaian, individualis orang-orangnya membuat saya risih untuk hidup berlama-lama, tapi kembali ke hak kami, dimana setelah mengikuti SM3T kami berhak untuk menutut ilmu Guru Profesional di LPTK yang ditunjuk sebagai beasiswa atas partisipasi kami dalam mendidik sebagai SM3T.
            Unesa (Universita Negeri Surabaya) adalah Universitas dimana saya ditempatkan untuk mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG). dari sebutan Universitas Negeri saja saya langsung membayangkan kedisiplinan, keteraturan belajar dan dosen yang mungkin sulit untuk di ajak bicara. Karena memang saya yang lulusan dari salah satu Universitas Swasta di Mataram selalu dibilang-bilang sama teman yang dari universitas negeri bahwa kampus kami terlalu enak untuk mahasiswa seperti saya. Ya… memang saya merasakan hal seperti itu, saya merasa keenakan untuk tipe mahasiswa yang boleh diakatakan “malas”, tapi tetap bisa lulus dengan IPK standar 3.05. Tapi saya berpikir seseorang yang kuliah di Havard University, atau di Kampus yang pakai ruangan kelas SMA pun pasti hasilnya bisa lebih bagus asalkan individu yang kuliah itu mampu mengembangkan diri mereka dan mau terus belajar. Itu pasti tidak ada hubungannya dengan berapa rating kampus menurut saya.
            Dan pengalaman itu mulai ketika pertama kali ke Surabaya, sekitar jam 12 siang saya tiba di Asrama Putri Unesa Setelah berangkat menggunakan pesawat dari Lombok. Saya bisa merasakan atmofser yang berbeda sekali dengan kampung halaman saya dan tempat mengajar waktu SM3T, dimana gedung-gedung besar, keramaian merupakan pembanding utama dari tempat saya sebelumnya. Pertama turun dari taksi saya langsung mendapatkan pengalaman yang kurang mengenakkan, dimana saya sungguh tidak memiliki kepercayaan diri terhadap teman-teman saya. Saya merasa, kulit saya hitam, kotor  dan macam-macam pokoknya. Karakter tidak berani berbicara, minder, kampungan itu melekat sekali pada diri saya. Saya rasa didikan dan ajaran yang didapat dari kampung halaman adalah faktor utamanya.
Ketika masih sekolah, kami tidak pernah diajarkan keterampilan yang berani berbicara atau pembentukan karakter yang percaya diri, kami hanya diajarkan kekerasan, dimana ketika kami melakukan  kesalahan kami dipukul, ditendang pokoknya hampir jenis kekerasan diterapkan kecuali dibunuh. Tapi saya percaya semua pendidikan itu pasti ada sisi positifnya. Kesopanan, jiwa sosial, dan menghargai orang lain adalah dampak positif dari pendidikan yang kami dapatkan waktu kecil. Dan ketika dihadapkan kembali dengan teman-teman di sini yang tutur katanya lembut, yang sopan yang begitu percaya diri saya tidak mampu berbuat apa, saya merasa tidak berkutik, speechless dan hanya berpikir ko’ bisa saya berada di sini.
Pertama masuk asrama, saya merasa memang bisa unggul dalam jiwa sosial dalam arti mampu mencoba mengenal semua teman-teman asrama dengan akrab, tapi menurut sepengamatan saya perlakuan saya tersebut dianggap asing oleh teman-teman saya. Dari situ asumsi awal saya terjawab bahwa individualis mereka tinggi di banding saya dan di tempat saya sebelumnya. Sebenarnya itupun bukan salah, karena memang rubrik untuk menilai tinggi rendahnya jiwa sosial orang lain belum saya temukan. Menurut saya salah belum tentu menurut teman-teman salah karena memang tidak ada yang bisa men-judge pendapat orang lain salah. 
Kemudian dalam kehidupan berasrama, kami semua sudah bisa beradaptasi dengan cepat karena memang sudah dipelajari waktu SM3T, rukun, antri dan saling menghargai melekat sekali dalam keseharian kami di asrama walaupun banyak dari kami yang Ja’im. Namun seiring berjalannya waktu, karakter-karakter asli kami mulai muncul dan menggambungkan karakter kami yang beragam ke sebuah titik itu memang sulit. Tapi saya yakin, setiap pengenalan pasti seperti itu, bukankah orang bijak bilang untuk menghasilkan hal baik harus menempuh ratusan bahkan ribuan hal buruk. Dan itu terbukti, sampai sekarang kami sudah seperti saudara sendiri yang mana sudah mengenal sisi baik dan buruk masing-masing, bisa menerima kekurangan, bisa saling menyayangi, peduli serta kebersamaan yang tinggi. Nilai serta karakter yang diharapkan ketika berasrama telah kami dapatkan dan itu sejalan dengan tujuan Pendidikan Profesi Guru.
Ketika masuk kampus (kuliah), itu pengalaman berikutnya yang berat yang saya dapatkan, dimana kemampuan akademik diuji. dimana kami harus mempertaruhkan nama baik Universitas kami sebelumnya, nama LPTK SM3T kami, asal kami dan juga reputasi kami sendiri. Memang bisa dilihat hasilnya, Mahasiswa yang dari Unesa jauh lebih unggul dari kami dan saya sendiri memperoleh rangking yang paling akhir. Itu membuat saya sedih dan menyesal karena tidak menggali ilmu banyak pada masa kuliah dulu. Dari permasalahan tadi kadang pikiran-pikiran negative untuk menyerah itu muncul di benak saya. Namun saya selalu mengingat kata bijak tadi bahwa untuk menghasilkan hal baik harus menempuh ratusan bahkan ribuan hal buruk. Itu menjadi motivasi inti saya dalam melanjutkan Pendidikan Profesi Guru tersebut.
Memang benar, ilmu yang saya dapatkan di sini sungguh-sungguh banyak, kami tidak hanya mendapatkan ilmu professional dan keterampilan lain tapi juga ilmu akademik yang di-refresh oleh beberapa dosen. Sungguh kami merasa ilmu kami terasah kembali, kemampuan skill kami meningkat. Saya mampu merasakan perkembangan pada diri saya, saya sungguh berterima kasih pada Program Pendidikan Profesi Guru ini. Karena dari sini nilai-nilai yang belum saya dapatkan sebelumnya bisa saya dapatkan di sini. Baik ilmu akademik, keterampilan dan kebersamaan bisa saya peroleh dengan tanpa membaya sepeser pun.
Di sisi lain, di tempat PPG pula saya mampu mengenal teman-teman, yang beragam, baik dari asalnya, agamanya, budayanya, latar belakang kehidupanya serta berbagai perasaan perasaanya. Dari sini pula saya mampu mengenal seseorang yang bisa membuat saya tersenyum, tertawa, sedih serta mampu memotivasi saya dalam menjalani Pendidikan Profesi Guru tersebut.
  Saya selalu berharap semua yang pernah dilewati ini menjadi hal baik untuk masa akan datang, tapi tentunya, saya selalu sadar bahwa semua yang telah direncanakan dan yang telah diusahakan pasti akan ditentukan oleh Allah SWT. Amin.
Comments